Jumat, 19 April 2024, WIB

Minggu, 06 Agu 2017, 00:21:46 WIB, 1884 View Administrator, Kategori : Utama
Bagikan :

Krisis Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salahsatu persoalan ranking atas bagi pembangunan desa terutama pendirian dan pengembangan BUMDesa. Data kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) menyebut, hingga memasuki 2017, akibat kekurangan SDM, BUMDesa yang berjalan aktif di seluruh Indonesia baru mencapai angka 6000 desa dari 74.910 desa di seluruh pelosok tanah air.

Angka ini masih terlampau kecil bagi keinginan menjadikan BUMDesa sebagai lokomotif perubahan ekonomi di pedesaan. Berbagai usaha juga sudah dilakukan pemerintah untuk memacu pengembangan ekonomi melalui BUMDesa ini salahsatunya pelatihan 1000 pendamping desa. Tetapi mengejar pemenuhan angka seluruh desa untuk diberikan pendamping desa jelas bukan solusi yang jitu karena bakal membutuhkan waktu bertahun-tahun. Kenapa desa kekurangan SDM?

Pertama, hingga saat ini anak-anak muda menganggap desa bukan tempat yang menjanjikan masa depan terutama secara ekonomi. Tak perlu heran jika desa telah ditinggalkan anak-anak muda yang memilih mengadu nasib di kota ketimbang menghabiskan waktu mudanya di desa. Kota, dengan segala tantangan yang ada, tetap masih menjadi magnit yang lebih menarik ketimbang desa.

Hidup di desa belum memberikan banyak pilihan bagi anak-anak muda. Karena berbagai keterbatasan desa memang tidak bisa menawarkan beragam pilihan pekerjaan atau mata pencaharian bagi setiap orang utamanya anak muda. Sebagian besar desa bertumpu pada kekuatan pertanian dengan hasil yang tak terlalu menjanjikan karena sempitnya lahan yang dimiliki umumnya petani di desa. Alhasil, sebagian warga desa tetap memilih pergi ke kota untuk mendapatkan lahan pekerjaan.

Anak-anak muda juga belum menemukan kebanggaan ketika bekerja di desa. Gaya pergaulan anak muda saat ini membuat mereka tidak merasa hebat kalau hanya bekerja di lingkungan desa mereka sendiri bahkan meski dengan pendapatan yang lebih besar ketimbang pekerjaan yang mereka lakukan di kota sekalipun. Sebagian besar menganggap pekerjaan adalah keluar rumah pagi hari dengan pakaian rapi atau seragam dan pulang petang. Meski terkesan klise tetapi seragam adalah salahsatu brand yang masih dianggap penting bagi warga desa.

Maka BUMDesa haruslah mampu ‘menangkap’ keinginan anak muda agar mereka tertarik membangun desanya sendiri. Salahsatunya dengan membuka komunikasi dengan anak-anak muda dengan gaya anak muda pula. Soalnya selama ini segala yang berurusan dengan pemerintahan desa dianggap terlalu formal bagi para muda. Di sisi lain golongan tua seringkali merasa lebih pintar dari anak-anak muda sehingga mereka tidak mau menerima pendapat anak muda.

Strategi lain adalah menciptakan peluang usaha yang menarik bagi anak muda. Salahsatu yang sekarang ini berhasil menghimpun anak-anak muda bekerja di desa adalah usaha wisata. Di berbagai desa wisata anak-anak muda antusias melibatkan diri bahkan membuka usaha. Apa pasal? Karena bisnis wisata sangat mengedepankan kreativitas mulai dari komoditas yang dijual, model pelayanan modern yang hanya bisa dilakukan anak muda hingga kemampuan berkomunikasi dengan para wisatawan yang juga lebih piawai dilakukan anak muda. Ini terjadi karena sebagian besar pengunjung wisata desa adalah anak muda.

Pelibatan anak muda sudah harus menjadi agenda wajib bagi BUMDesa. Seperti BUMDesa Tirta Mandiri Ponggok, Klaten yang bahkan sebagian besar digawangi anak muda. Di tangan mereka kolam pemandian Ponggok meraup milyaran rupiah per tahun karena sentuhan kreatif anak muda. Wisata Gunung Purba Nglanggran juga sukses besar berkat kiprah anak muda di desa itu. BUMDesa harus berani membangun keyakinan baru bagi anak muda bahwa saat ini desa adalah tempat yang menyediakan sejuta peluang bagi anak-anak muda kreatif.(aryadjihs/berdesa)

Sumber : http://www.berdesa.com/cara-mengatasi-krisis-sdm-pengembangan-bumdesa/



Kamis, 05 Okt 2023 Beasiswa Siswa SD-SMA
Rabu, 27 Sep 2023 Bantuan Pangan


Tuliskan Komentar